Selasa, 12 Januari 2010

EKSISKAN SEMANGAT UNTUK EKONOMI ISLAM

EKONOMI ISLAM KINI, ESOK ATAU NANTI AKAN SELALU EKSIS !!!???

Ekonomi ( Secara umum dan sederhana ) diartikan dengan aspek yang berhubungan dengan alat tukar ( uang ), pembelian ( permintaan ), penjualan ( penawaran ) dan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan hidup manusia dalam mempertahankan kehidupannya di muka bumi ini.

Hal –hal yang berkaitan dengan unsur Ekonomi sendiri merupakan sendi yang cukup urgent dan memiliki sensivitas sendiri ketika dibicarakan, misalnya ketika inflasi naik maka investor panik ; ketika permintaan naik maka harga naik, pun sebaliknya ; saat krisis moneter melanda suatu bangsa (terutama Negara berkembang) maka para Negara “ lintah darat” (biasanya oleh Negara maju dengan sistem kapitalis, liberal dlll ) akan menawarkan loan, baik soft maupun hard dengan iming-iming bunga rendah dalam jangka panjang, dan berbagai “tawaran manis” lain yang sekilas tampak menggiurkan untuk menerima dana (utang) tersebut.

Namun, dengan pengaruh dari adanya ilmu ekonomi manusiapun dapat lebih meningkatkan peradabannya baik teknologi, pendidikan, budaya, social dan sebagainya. Lambat laun, bumi ini di”kagetkan” dengan percepatan perubahan yang terjadi diatasnya, kemewahan , kepuasan individu, kekuatan pasar yang tidak seimbang serta gaya hidup yang tak selaras dan kadang tak mempedulikan keseimbangan alam ( materialisme, hedonisme, eksploitasi ) dan lain-lain.

Buramnya wajah perekonomian yang sedang dijalani oleh manusia tak juga disadari, bahwa bukti instabilitas ekonomi terjadi , dimana kemajuan ekonomi tidak berwujud pada kesejahteraan ekonomi. Berbagai karakter dominan manusia dilahirkan dari sistem ekonomi yang dipakai, kita kenal ada yang materialistic sedikit sekali yang berjiwa dermawan, banyak yang individualist jarang sekali yang socialist. Lalu, apakah yang salah? belum cukupkah teknologi dan pemikiran manusia modern ini sehingga masalah ini berlarut-larut tak kunjung ada kejelasan dan keadilan penyelesaian ?

Mencoba menganalisis dari berbagai peristiwa di awal tahun 2009 hingga penghujung tahun itupun tiba, mungkin masalah ini terjadi karena kurangnya selektifitas dalam beraktifitas ekonomi serta preferensi dari para pelaku ekonomi yang pada akhirnya mengendalikan aktifitas ekonomi di bumi ini. Berbagai pihak yang bersinergi hanya untuk memuaskan keinginan yang sudah diluar batas kebutuhan akan berdampak buruk pada kedepannya nanti. Faktor- faktor pembentuk perilaku atau preferensi ekonomi, seperti ideology, tata nilai hidup dan kehidupan, paradigma teori dan praktek ekonomi serta sasaran atau tujuan aktifitas ekonomi.[1] Dengan demikian diperlukan adanya suatu sistem ekonomi yang memiliki ideology kuat dan bernilai moral yang baik, yang menyelaraskan antara tindakan dan gagasan, praktek dan tujuan, kerja dan harapan , serta perilaku dan cita-cita.[2]

Kembali ke fitrah, bahwa Islam adalah agama yang sempurna, maka apa yang dibawanya pun pasti sempurna dan terbaik bagi hidup serta kehidupan manusia. Ekonomi Islam adalah ekonomi yang berlandaskan pada prinsip-prinsip, aturan-aturan, dan tata nilai syariah, sehingga merujuk pada Al-Qur`an dan As-Sunnah sebagai rujukan hidup manusia dari Tuhan ( Allah SWT ). Sistem Ekonomi Islam mampu mengeliminasi resiko dari terkontaminasinya perekonomian dari build in manusia dalam sistem yang mereka ciptakan dan susun; yang fitrahnya cenderung memiliki ambisi untuk berkuasa hanya untuk kepuasan individu semata.

Eksistensi akan ketauhidan (ketundukan) kepada Allah swt, sang Pencipta dan Pemilik mutlak bumi beserta sumber daya di dalamnya, akan membatasi perilaku ekonom agar tetap terjaga dan terpelihara kebaikannya. Beberapa tuntunan dalam Islam adalah perilaku untuk hidup sesuai kebutuhan, tidak bermewah-mewah, tidak bekerja pada usaha yang terlarang oleh aturan syariah serta menjauhi hal –hal yang berhubungan dengan riba, syubhat, bunga dan perintah untuk menunaikan zakat bagi yang telah memenuhi persyaratan. Kepentingan Kolektif selalu diutamakan untuk dipenuhi daripada kepentingan individual saja ( tidak sama dengan yang terjadi pada ekonomi sistem kapitalis dan liberal ). Peran pemerintah dalam mengawasi mekanisme pasar di lapangan secara adil dan berkesesuaian dengan prinsip dan hukum Syariat juga dalam Islam turut menjadi andil suksesnya perwujudan ekonomi Islam.

Dengan demikian pemerataan akan sumber daya serta alokasi faktor produksi akan mewujudkan pemerataan pembangunan fisik maupun social, sehingga tiada lagi ketimpangan dalam kekuatan di pasar serta tak terjadinya sistem pembangunan yang kacau.

Seakan tak mau beranjak dalam kancah perekonomian, ada saja ulah si ekonom capitalist dan liberal (konvensional), ketika isu Cicak vs Buaya dalam dunia politik turut menyebar isu yang sempat mengguncang perekonomian di Indonesia, kasus Bank Century yang sistemik juga polemik, hingga fluktuatif harga bahan makanan pokok seiring menuju pergantian tahun dan bergantinya sistem pemerintah baru; keseluruhannya sangat mempengaruhi kondisi perekonomian yang tentunya hanya dinikmati oleh pihak yang hanya memedulikan “perutnya sendiri” tanpa menghiraukan nasib kalangan mikro dan tersisihkan (rakyat). Tak mengherankan jika kemudian di tahun 2009 semakin meningkatnya kriminalitas di Indonesia dengan kasus yang setelah diusut adalah hanya karena mengambil tiga biji kopra di tengah perkebunan kopra; mengambil sejumput kapas beberapa ons diantara pepohonan kapas; dan sebagainya dimana dengan itu mereka para pelaku mengaku untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka yang belum tercukupi dengan layak, dan ironisnya mereka dihukum lebih berat dari hukuman para koruptor dan para bandar narkoba.

Pertumbuhan Ekonomi Islam di sepanjang tahun 2009 mengalami penambahan selangkah lebih maju, yaitu dengan bertambahnya produk dari bank syariah berupa kartu kredit syariah “Hasanah Card” dari BNI Syariah dan meningkatnya pertumbuhan LKM dan UMKM Syariah di berbagai pelosok negeri ini. Hal ini menunjukkan mulai adanya geliat semangat dari sector pemerintah dan masyarakat dalam turut andil mengembangkan sistem Ekonomi Syariah di kancah perekonomian Indonesia. Namun, sempat terjadi pula isu bahwa berbagai LAZ dan BAZ yang didirikan oleh pihak swasta akan disentralisasikan oleh pemerintah yang dikelola pihak DEPAG, dalam hal ini seolah tiada bentuk kepercayaan dengan pihak yang sudah berpengalaman dan memiliki kapabilitas dalam pengelolaan dan pendistribusian zakat dan anak turunannya. Hal ini tentu saja mendapat kecaman dan protes dari berbagai pihak bahwa bila hal tersebut terjadi maka bisa mengakibatkan celah korupsi yang lebih potensial hanya karena kepentingan segolongan tertentu saja.

Pada akhirnya, dimanapun, kapanpun, selayaknya yang diterapkan mulai dari saat ini, esok hingga nanti adalah Sistem Ekonomi Islam yang telah jelas banyak mengandung manfaat bagi manusia, dan tentunya dibutuhkan sinergi berkesinambungan dari berbagai pihak yang ada dalam pemerintahan suatu Negara, baik pengelola, pelaksana maupun pengawasnya.

Jika Negara barat yang notabenenya adalah Negara sekuler dan atheis saja masih mau belajar dari pengalaman akan bobroknya sistem Ekonomi Kapitalis dan Liberal (Konvensional) dengan beralih pada sistem Ekonomi Islam lalu mengapa Negara kita, Negara Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim masih meragukan untuk segera menerapkan kesempurnaan sistem Ekonomi Islam dalam sistem perekonomian Indonesia. Maka, nantikanlah kekuatan akan pertahanan sistem ekonomi yang ditawarkan oleh Islam dalam menghadapi berbagai persoalan ekonomi dunia yang terus-menerus berulang dan menimpa perekonomian global. Wallahua`lam bis shawab..



[1] Ali Sakti. Analisis Teoritis Ekonomi Islam. hal.xiv

[2] ibid.